Shalawat pakai Sayyidina
Bolehkah menambah kalimat dalam shalawat Nabi?
بسم الله الرحمن الرحيم
ان الحمد لله نحمده و نستغفره، و
نعوذ با لله من شرور أنفسنا، و من سيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضل له، و من
يضلل فلا هادي له، وأشهد أن لا اله الا الله، و حده لا شريك له، و أشهد ان محمدا
عبده و رسوله (ياأيها الذين امنوا تقوا الله حق اتقوا ربكم الذئ خلقكم من
Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang
disebut-sebut lidahmu secara dusta ini halal dan ini haram, untuk
mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang yang
mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tidak akan beruntung. (Qs An Nahl (16):116)
وَلاَ تَقْفُ مَا
لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ
أُوْلاَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولاً
Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu
ketahui. Karena pendengaran, pengelihatan, dan hati nurani., semua itu akan
diminta pertanggung jawabannya. (Al Israa (17):36)
Berkenaan dengan perkataan Sayidina penambahan pada shalawat nabi
atau pengucapan nama nabi diawali dengan kalimat sayyidina
Pertama perlu kita ketahui pondasi dasar agama islam
yaitu kalimat:
(أَشْهَدُ أَنْ لَا
إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ)
Ashadu alla illa ha illahlah wa ashadu anna muhammadar
Rasulullah
Syahadatain (dua kalimat syahadat) adalah kesaksian bahwa
tidak ada ilah (sesembahan) yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allâh
Azza wa Jalla , dan bahwasanya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah
hamba serta Rasul-Nya.
Perhatiakan dan hayatilah kalimat syahadat diatas adalah
perkataan sayyidina pada kalimat tersebut?
Berdalih pada kebiasaan orang awam dan kurang ilmunya
Adapun muazin atau bilal jika disebut di Indonesia yang
bersalawat dengan menggunakan sayidina bukanlah seorang ulama ahli hadis, fiqih
ataupun Qori (Ahli Al Quran). Oleh karena itu tidak pantas kita jadikan
pedoman/ teladan yang pas atau bahkan di jadikan dalil. Ingat dalil umat muslim
itu adalah Al Quran dan Hadis bukan perkataan ulama apalagi hanya seorang
muazin yang tidak dikenal ilmunya sama sekali.
Untuk mencari ulama yang terpercaya kita harus menelusuri
seluk beluknya mulai dari pendidikan, ke fakihhannnya dalam bidang ilmu agama
yaitu harus hafiz Quran, hafal hadis hingga ratusan ribu dan akidah yang perlu
kita pertimbangkan.
Adakah Dalilnya?
Seandainya ini pantas adakah kita temukan dari zaman
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hidup sahabat memanggil Rasululllah
shallallahu ‘alaihi wasallam dengan sebutan sayidina jika seandainya
baik tentu para sahabat mendalui kita dalam mengucapkan kalimat ini.
Kemudian kita ketahui bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ أَحْدَثَ
فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
Barang siapa mengada-adakan perkara baru dalam urusan
agama kami ini yang bukan termasuk darinya, maka dia tertolak. (HR Bukhari 2697
dan Muslim 1718)
Kemudian bagaimana tutur kata sahabat apabila ingin
menyapa atau bertanya kepada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam? maka
sahabat mengucapkan ya Rasulullah atau wahai Rasulullah bukan ya sayidina Muhammad.
Penambahan kata sayiddina pada shalawat nabi ini
merupakan suatu hal yang sangat menyelisihi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Karena telah menambah kata atau
kalimat yang tidak pernah Rasulullah sebutkan dalam hadisnya. Kita ketahui
bahwa dari Al Mughirah, ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
إِنَّ كَذِبًا عَلَىَّ لَيْسَ
كَكَذِبٍ عَلَى أَحَدٍ ، مَنْ كَذَبَ عَلَىَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ
مِنَ النَّارِ
“Sesungguhnya berdusta atas namaku tidaklah sama dengan
berdusta pada selainku. Barangsiapa yang berdusta atas namaku secara sengaja,
maka hendaklah dia menempati tempat duduknya di neraka.” (HR. Bukhari no. 1291
dan Muslim no. 4).
Misal si A berbicara si c gila lalu si B menceritakan
kepada orang lain bahwa si c sangat gila Ucapan sangat gila yang
diucapkan si B ini berarti dia telah berdusta dengan menambah kata sangat
padahal si B gila yang biasa saja karena ditambah kata sangat hal ini
menunjukkan bahwa si B lebih gila dibandingkan orang gila biasa.
Orang beralasan kan hanya menambah kata sangat sedikit.
Coba anda pikirkan seandainya sejak zaman sahabat sudah ada penambahan kata
pada suatu hadis Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam tentu
hadis yang akan sampai kepada kita sekarang sudah sangat jauh maknanya.
إ
(....إِنَّ اللَّهَ
لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ) المائدة/ 87
“... Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
melampaui batas”. (QS. Al Maidah: 87) Atau [al-A’raf/7 : 55]
Dalam kaidah bahasa arab merubah satu huruf atau tanda
hurufnya saja sudah mampu mengubah arti dan maknanya apalagi dengan menambah Al
Kalimatu (Kata)
...Siapakah yang lebih zhalim daripada orang-orang yang
mengada-adakan kebohongan terhadapa Allah untuk menyesatkan orang-orang tanpa
pengetahuan... (QS Al An’aam (6):144)
Adapun penyebutan kata sayyid dalam Surat Al Imram (3:39)
bukan berati kita menambahkan kata sayyid pada shalawat nabi. Dalam Tafsir ilmu
kasir tidak ada tafsir perintah untuk membolehkan penambahan nama pada salawat
nabi.
Untuk lebih memperjelasnya pembaca dapat melihat tafsir
surat Al Ahzab ayat 56 pada tafsir Ibnu Katsir. Pembacaan shalawat Nabi
berdasarkan dalil maka dapat dilihat pada hadis Al Bukhari, mulim, dan An
Nasa’i dalam A’mal Yaum Wa al-lailah,
162/54, al Humaidi, 138/1, Ibnu Mandah 68/2.
Bagaimana jika ketika shalat menambah kalimat sayyidina
Setelah kita memahami bahwa bacaan shalawat dari Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memuat tambahan “sayyidina” maka bacaan
salawat ketika shalat tidak boleh ditambahi “sayyidina”. Semua bacaan dalam
shalat harus tepat sesuai dengan bacaan yang disebutkan dalam dalil. Bahkan,
sebagian ulama menyatakan bahwa menambahkan lafal “sayyidina” dalam bacaan salawat ketika shalat bisa membatalkan
shalat
(Jawaban Ustadz Ammi Nur Baits www.salamdakwah.com
).
Penyebutan sayyid tergantung kapan dan dimana
disebutkannya jika pada pembacaan shalawat di tahiyat shalat, maka tidak
diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Adapun diluar shalawat, ada yang bilang boleh.
(Ustad Abu
Zaky J & Abu Zakariya jawaban via WA manhaj Salaf)
وَمَا آتَاكُمُ
الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا
Dan apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia,
dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah dan bertawakallah kepada
Allah Sesungguhnya Allah sangat keras hukumannya (QS Al Hasyr: 7)
‘Abdullah bin asy-Syikhkhir Radhiyallahu anhu berkata,
“Ketika aku pergi bersama delegasi Bani ‘Amir untuk menemui Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kami berkata kepada beliau, “Engkau adalah
sayyid (penguasa) kami!” Spontan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
اَلسَّيِّدُ اللهُ تَبَارَكَ
وَتَعَالَى.
“Sayyid (penguasa) kita adalah Allah Tabaaraka wa
Ta’aala!”
Lalu kami berkata, “Dan engkau adalah orang yang paling
utama dan paling agung kebaikannya.” Serta merta beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam mengatakan:
قُوْلُوْا بِقَوْلِكُمْ أَو بَعْضِ
قَوْلِكُمْ وَلاَ يَسْتَجْرِيَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ.
“Katakanlah sesuai dengan apa yang biasa (wajar) kalian
katakan, atau seperti sebagian ucapan kalian dan janganlah sampai kalian
terseret oleh syaithan.”
(HR. Abu Dawud (no 4806), Ahmad (IV/24, 25), al-Bukhari
dalam al-Adabul Mufrad (no 211/ Shahiihul Adabil Mufrad no 155), an-Nasai dalam
‘Amalul Yaum wal Lailah (no. 247, 249). Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani
berkata: “Rawi-rawi-nya shahih. Dishahihkan oleh para ulama (ahli hadits).”
(Fat-hul Baari V/179) almanhaj.or.id)
Menukil perkataan Ibnu Hajar dalam kitab syekh Al Albani
dalam kitab sifat shalat nabi terjemahan
Tentang permasalahan penggunaan kata sayyid
Maka ia menjawab Ya, mengikuti lafazh-lafazh yang
diriwayatkan (dari nabi) adalah lebih rajih (lebih kuat)., dan tidak dapat
dikatakan bahwa alasan Rasulullah tidak menggunakan kata sayyid.
Berikut bacaan salawat nabi berdasarkan dalil shahih
عن أنس بن مالك قال: قال رسول الله : «مَن صلَّى عليَّ صلاةً واحدةً ، صَلى اللهُ عليه عَشْرَ صَلَوَاتٍ، وحُطَّتْ عنه عَشْرُ خَطياتٍ ، ورُفِعَتْ له عَشْرُ دَرَجَاتٍ» رواه النسائي وأحمد وغيرهما وهو حديث صحيح.
Dari Anas bin malik radhiallahu ‘anhu, beliau berkata
bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang
mengucapkan shalawat kepadaku satu kali maka Allah akan bershalawat baginya
sepuluh kali, dan digugurkan sepuluh kesalahan (dosa)nya, serta ditinggikan
baginya sepuluh derajat/tingkatan (di surga kelak)”
[SHAHIH. Hadits Riwayat An-Nasa’i (no. 1297), Ahmad
(3/102 dan 261), Ibnu Hibban (no. 904) dan al-Hakim (no. 2018), dishahihkan
oleh Ibnu Hibban rahimahullah, al-Hakim rahimahullah dan disepakati oleh
adz-Dzahabi, rahimahullah juga oleh Ibnu hajar rahimahullah dalam “Fathul
Baari” (11/167) dan al-Albani rahimahullah dalam “Shahihul adabil mufrad” (no.
643)]
Hadits yang
agung ini menunjukkan keutamaan bershalawat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan anjuran memperbanyak shalawat tersebut [Lihat “Sunan an-Nasa’i”
(3/50) dan “Shahiihut targiib wat tarhiib” (2/134)], karena ini merupakan sebab
turunnya rahmat, pengampunan dan pahala yang berlipatganda dari Allah Ta’ala
[Lihat kitab “Faidhul Qadiir” (6/169)].
Lafazh bacaan
sholawat yang paling ringkas yang sesuai dalil2 yang shahih adalah :
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ
Allahumma shollii wa sallim ‘alaa nabiyyinaa Muhammad.
“Ya Allah,
limpahkanlah shalawat dan salam kepada Nabi kami Muhammad) .
[SHAHIH. HR.
At-Thabrani melalui dua isnad, keduanya baik. Lihat Majma’ Az-Zawaid 10/120 dan
Shahih At- Targhib wat Tarhib 1/273].
Wallahua’lam
Komentar
Posting Komentar