Hukum Menggambar Makhluk Tanpa Kepala
Dalil dan Pendapat Ulama Dasar Larangan: Kepala sebagai Simbol Kehidupan Rasulullāh ﷺ bersabda: "ٱلصُّورَةُ ٱلرَّأْسُ، فَإِذَا قُطِعَ ٱلرَّأْسُ فَلَا صُورَةَ." (“Gambar itu adalah kepala. Jika kepalanya dipotong, maka itu bukan lagi gambar.”) [سُنَنُ ٱلْكُبْرَى لِلْبَيْهَقِي، رَقْمُ: 14574] Hadis ini menunjukkan bahwa inti larangan menggambar makhluk bernyawa terletak pada keberadaan kepala, karena kepala dianggap sebagai pusat kehidupan makhluk hidup. Pendapat Ibnu ʿAbbās رضي الله عنهما Ibnu ʿAbbās berpendapat bahwa menggambar makhluk tanpa kepala diperbolehkan. Disebutkan bahwa ia berkata: "ٱلصُّورَةُ هِيَ ٱلرَّأْسُ، فَإِذَا قُطِعَ ٱلرَّأْسُ فَلَا صُورَةَ." (“Gambar itu adalah kepala. Jika kepalanya dipotong, maka itu bukan lagi gambar.”) [فَتْحُ ٱلْبَارِي، ٱبْنُ حَجَرٍ ٱلْعَسْقَلَانِي، ج 10، ص 385] Fatwa Kontemporer Banyak ulama modern juga membolehkan menggambar makhluk bernyawa tanpa kepala, karena gambar tersebut tidak lagi menyerupai makhluk ciptaan Allāh yan...